PENGGUNAAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN MANDI
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
SULUNG ADI MUSLIAWAN
07330014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kebutuhan manusia saat ini adalah sabun karena berbagai jenis aktifitas sehari-hari tidak akan pernah lepas dari sabun misalkan mencuci,
mandi, membersihkan berbagai alat yang dipakai sehari-hari dll. Sabun
juga dipakai pada bidang industri seperti pengolahan berbagai jenis
tambang dan berbagai jenis mesin-mesin yang ada sekarang ini. Oleh
karena itu kebutuhan sabun untuk masyarakat dunia sangatlah besar dari
dari tahun ketahun sehingga negara yang memiliki bahan baku utama
seperti Indonesia ini sangatlah diutungkan dengan kejadian ini.
Sabun
mandi sebagai pembersih semakin trend dan beragam untuk saat ini dimana
keragaman sabun yang dijual secara komersial terlihat pada jenis,
warna, wewangian dan manfaat yang ditawarkan hal ini bisa dibuktikan
dengan semakin banyaknya merk sabun yang beredar di masyarakat yang mana
banyaknya merk sabun ini sesuai dengan kebutuhan yang semakin meningkat dan berbagai tingkat ekonomi masyarakat. Kebutuhan
untuk negara kita baik untuk ekspor maupun untuk impor dari tahun
ketahun terus meningkat, hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia
secara khusus dan dunia secara umum memiliki berbagai aktivitas dan
barang yang memerlukan sabun sebagai pembersih. Berikut ini data ekspor
dan impor Indonesia pada beberapa tahun yang lalu
Tabel 1 : Data kebutuhan dalam negeri dan luar negeri
Tahun
|
Kebutuhan dalam negeri
(kg)
|
Kebutuhan luar negeri (kg)
|
2003
|
689.456
|
120.000
|
2004
|
849.736
|
155.000
|
2005
|
986.569
|
189.000
|
2006
|
1.068.789
|
229.000
|
2007
|
1.198.678
|
284.000
|
Sumber : Biro Statistik Indonesia, 2003-2007
Sabun
merupakan salah satu pembersih yang sudah umum dipakai masyarakat
dimana bahan baku untuk pembuatnya itu membutuhkan bahan utama lemak dan
soda abu yang sekarang ini lebih terkenal dengan Saponofikasi atau
reaksi antara lemak dengan bahan
Alkali (NaOH) yang mana sabun ini memiliki berbagai jenis seperti sabun
padat dan sabun cair. Perbedaan ini disebabkan garam murni (alkali) yang
dipakai untuk memproduksi yang mana sabun padat memakai garam murni
(alkali) lebih banyak dari pada sabun cair sehingga membuat sabun lebih
padat. Seiring dengan kemajuan jaman yang dahulunya pembuatan sabun ini
berasal dari bahan alami yaitu lemak unta dan abu abu di lakukan oleh
bangsa arab semakin lama semakin menghilang dan diganti dengan berbagai
macam bahan-bahan kimia. Erliza Hambali (2005) menjelaskan bahwa sabun
transparan atau sabun padat yang digunakan untuk
memproduksi sabun ini memakai bahan-bahan diantaranya Minyak, Natrium
Hidroksida, Gliserin, Gula pasir, Etanol, Asam stearat dan coco
dietanolamida ada bahan tambahan juga seperti Natrium
klorida,asam sitrat,pewarna dan pewangi dan Ajar (2003) pun menyebutkan
untuk membuat sabun tangan atau sabun cair memebutuhkan beberapa bahan
diantaranya, Emal-70c, Arkopal N 100, Larutan garam, EDTA2Na, parfum,
pewarna dan air. Keterangan tersebut bisa di simpulkan bahwa penggunaan
bahan kimia pada proses pembuatan sabun hampir 90 % dan bahan dari alam
sekitar 10%, padahal kita dikeketahui bersama bahwa semua bahan kimia
itu memiliki efek samping yang sangat membahayakan bagi kesehatan
pemakainya seperti iritasi, gatal-gatal dll, meskipun kejadian tersebut
jarang dialami konsumen dan jarang juga terjadi penyakit yang parah
setelah menggunakan sabun tetapi harus tetap di waspadai, hal ini
tentunya berbeda dengan bahan herbal yang sejak nenek moyang kita sudah
dipakai dan terbukti aman bagi kesehatan.
Indonesia
memiliki banyak keragaman tumbuhan yang sangat banyak, kurang lebih
30.000 spesies tumbuhan dan 940 diantaranya merupakan tanaman yang
memiliki khasiat (180 spesies digunakan pada industri jamu tradisional)
yang mana kondisi ini memiliki potensi pasar yang sangat besar bagi
perkembangan dunia herbal. Menurut data WHO (badan kesehatan dunia)
sebanyak 65 % negara maju dan 80% negara berkembang memakai bahan
herbal, hal ini mengakibatkan penjualan-penjualan bahan yang berasal
dari alam semakin meningkat bahkan diperkirakan pada tahun 2000 omset
atau pendapatan untuk barang-barang yang berasal dari alam atau herbal
sebanyak USS 60 Milyar (Elin, 1999)
Pisang
merupakan salah satu jenis tanaman herbal dan holtikultura dimana semua
kalangan mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas bahkan semua
usia pun mengetahui dan pernah mengkonsumsi daging buah pisang ini.
Menurut data FAO untuk Indonesia sendiri produksi buah pisang pertahun
di tingkat di Asia sekitar 11,74%
pada tahun 1998 dimana pisang yang dihasilkan di Indonesia memiliki
berbagai jenis dan kualitas yang berbeda contohnya Pisang Ambon, Pisang
Susu, Pisang Raja, Pisang Seribu, Pisang Sunripe, Pisang Kapok dan
lain-lain sementara konsumsi pisang terbanyak ada pada negara-negara
maju seperti Amerika Serikat,Kanada dan Jepang (Widi,dkk. 1999)
Pisang
sering diolah atau di jadikan bahan konsumsi dan industri pengolahan,
seperti keripik,tepung pisang, dan sale pisang. Hal ini menyebabkan
setiap mengonsumsi atau mengolah buah pisang selalu menimbulkan masalah
berupa limbah kulit buah pisang. Proporsi pisang yang dibuang yaitu
kulit pisang atau limbah adalah 18 % sampai 20 % (Devidich dkk, 1976)
hal ini tentunya menimbulkan masalah lingkungan atau pencemaran
lingkungan yang akan merugikan semua pihak sehingga membutuhkan
pemecahan masalah bagaimana cara untuk memanfaatkan limbah ini sehingga
menjadi barang yang bermanfaat.
Kebutuhan
akan sabun yang semakin meningkat dan kurangnya pemanfaatan limbah
organik khususnya kulit pisang ini diduga dapat dipadukan menjadi produk
yang memiliki nilai jual. Sujana dkk (2006) menyebutkan bahwa pada
kulit pisang mengandung karbohidart, protein, lemak, tannin, vitamin dan
air, sementara untuk sabun sendiri bahan utama untuk membuatnya adalah
lemak.
Oleh
karena itu peneliti ingin mengangkat fenomena kulit pisang dan sabun
ini kedalam skribsi yang berjudul” PENGGUNAAN LIMBAH KULIT PISANG
SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN MANDI” karena selama ini kulit pisang
hanya di jadikan bahan limbah padat dan sabun selalu berasal dari bahan
kimia.
1.1 Rumusan Masalah
1. Apakah sabun mandi dapat di buat dari bahan limbah kulit pisang ?
2. Berapa komposisi terbaik kulit pisang yang digunakan untuk membuat sabun mandi ?
3. Bagaimanakah respone masyarakat terhadap produk sabun mandi dari bahan limbah kulit pisang ?
1.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahuai bahwa sabun mandi dapat dibuat dari bahan limbah kulit pisang
2. Untuk mengetahui komposisi terbaik kulit pisang yang digunakan untuk membuat sabun mandi ini
3. Untuk mengetahui barapa besar respon masyarakat terhadap sabun mandi berbahan baku kulit pisang
1.3 Manfaat Penelitian
Setiap
penelitian diharabkan memiliki manfaat bagi peneliti maupun bagi
masyarakat.Dalam penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah :
1. Memberikan informasi bahwa limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan sabun mandi
2. Memberikan nilai lebih pada limbah kulit pisang dalam bidang industri
3. Dapat memberikan pembanding dan acuan pada penelitian sejenis
1.4 Batasan Masalah
- Penelitian ini menggunakan Pisang Ambon,Pisang Cavendish dan Pisang Agung
- Penelitian ini yang dipakai adalah daging kulit pisang
- Penelitian ini yang diberikan tambahan pada Teksavont dan K2OH
- Penelitian di uji coba di daerah Malang,Pasuruan dan Probolinggo
1.5 Devinisi Operasional
Limbah: buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik
Sabun: surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan
Pisang: tumbuhan terna raksasa berdaun besar dan memiliki buah bentuk tandan memanjang dari suku Musaceae
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan Umum Pisang
Pisang
adalah tanaman buah berupa herba yang asal mulanya dari kawasan asia
tenggara,termasuk Indonesia. Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah
Madagaskar di Afrika, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Tengah.Di Jawa
Barat menamai pisang dengan Cau,di Jawa Tengah dan Jawa Timur di namakan
Gedhang dan jika di telusuri akan dijumpai berbagai nama pisang di
setiap daerah berbeda dan ini memebuktikan bahawa pisang memiliki
penyebaran yang cukup luas (Sri Mulyati, 2005)).Pisang merupakan tanaman
yang menghendaki tipe iklim basah dengan suhu panas yang berkisar
antara 22° - 23° jadi pisang meupakan tanaman dataran rendah tropika
basah dengan curah hujan 1000-3000 mm setahun dimana suhu optimum
26°-30°. Tanaman pisang memiliki perakaran dangkal menyebar di permukaan
tanah dan lebih senang permukaannnya mengendung bahan organik dimana pH
tanah yang baik sekitar 4½ - 7½ jadi tanaman pisang tahan terhadap
tanah masam kemudian tanaman pisang ini mampu tumbuh hidup wajar asalkan
air tanahnya ½ - 1½ meter di bawah permukaan tanah karena jika lebih
besar atau sampai airnya menggenang maka dapat menyebabkan kematian
tanaman (Hendro, 1990)
Secara
umum pisang memiliki ciri-ciri morfologi diantaranya : tanaman pisang
ini berupa tanaman semak atau pohon dimana kerapkali dengan batang semu
yang terdiri dari pelepah daun dimana daun 2 garis atau dalam spiral
dengan pelepah yang tumbuh sempurna, bertulang daun menyirip dengan
tulang daun lateral yang banyak dan sejajar. Karangan bunga berbunga
banyak dimana masing-masing bunga zigomorf serta berkelamin 2 atau 1 dan
kadang-kadang tidak berkelamin. Daun tenda bunga hamper selalu 6 dan
jarang 4 bahkan kerapkali dikatakan sama. Untuk bunga sendiri terdiri
dari benang sari yang hamper selalu 5; kepala sari 2 ruang dan bakal
buah tenggelam sementara itu buah pisang tergolong buah buni atau buah
kotak (Steenis, 2008)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pisang
Menurut Linneus tanaman pisang termasuk keluarga Musaceae,Menurut Suhadirman (1997),tanaman pisang di klasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingibrales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
2.1.3 Penggolongan Pisang
Simmonds (1962) dan Moore (1957) seorang ahli budidaya pisang di Amerika menggolongkan pisang menjadi lima golongan:
- Australimusa : tanaman pisang yang masuk di wilayah Queensland sampai Filipina di antaranya Musa textilis
- Callimusa : tanaman pisang yang tersebar dari Indocina sampai Indonesia,di antaranya Musa coccinea
- Eumusa : pisang yang tersebar dari India selatan sampai Jemang,diantaranya Musa acuminate
- Rhodoplamys : pisang tersebar antara india sampai Vietnam
- Igentimusa : pisang yang berada di papua nugini
Menurut Munajim (1984) pisang dilihat dari pemanfaatan dapat digolongkan menjadi dua:
1. Banana,merupakan golongan pisang yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak (Musa Parasidiaca Var.Sapientum dan Musa Nana L. atau M Cavandiser)
Contohnya :pisang ambon,pisang raja,pisang susu,pisang badak,pisang mas,pisang sereh dan lain-lain
2. Plantain,merupakan pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu (Musa parasidiaca Forma Typica)
Contoh :pisang kapok,pisang tanduk,pisang kapas,pisang rotan dan lain-lain
2.1.3.1 Pisang Ambon
Pisang Ambon (Musa paradisiacal)
menurut para ahli sejarah berasal dari daerah asia tenggara termasuk
juga Indonesia dimana secara keseluruan untuk sekarang ini tercatat ada
tiga belas jenis atau klon pisang ambon yang ditanam petani seperti : 1)
Pisang ambon lumut (Temanggung, Jawa Tengah), 2) Pisang ambon putih
(Gunung Kidul, DIY), 3) Pisang ambon kuning (Malang, Jawa Timur), 4)
Pisang ambon sepet (Gunung Kidul, DIY), 5) Pisang ambon byok (Bantul,
DIY), 6) Pisang ambon jaran (Bantul, DIY), 7) Pisang ambon warangan
(Kulon Progo, DIY), 8) Pisang ambon emprit (Purworejo, Jawa Tengah), 9)
Pisang ambon kecil (Malang, Jawa Timur), 10) Pisang ambon hang (Kulon
Progo, Jawa Tengah), 11) Pisang ambon hijau (Malang, Jawa Timur), 12)
Pisang ambon merah (Malang, Jawa Timur), 13) Pisang ambon hong
(Purworejo, Jawa Tengah)
Meskipun
pisang ambon banyak jenisnya akan tetapi yang termasuk komersial ada
tiga jenis yakni ambon lumut,ambon putih dan ambon kuning
Tabel 2 :Ciri Ambon Putih,Ambon Lumut dan Ambon Kuning
Ciri-ciri
|
Ambon putih
|
Ambon lumut
|
Ambon kuning
|
Ukuran buah
|
Lebih besar dari ambon lumut
|
Paling kecil
Dibanding jenis
Lainnya
|
Paling besar
Diantara yang
Lainnya
|
Warna kulit
Matang
|
Kulit keputih-putihan
|
Hijau
|
Kuning muda
|
Tebal kulit buah
|
Sedang
|
Lebih tebal dari
Ambon kuning
|
Sedang
|
Warna daging
Buah
|
Putih kekuningan
|
Kuning agak putih
|
Kuning putih
Kemerahan
|
Rasa
|
Manis sedikit masam
|
Manis
|
Manis dan pulen
|
Aroma
|
Harum
|
Harum kuat
|
Harum
|
Jumlah sisir/tandan
|
Antara 10-14 sisir
|
7-12 sisir
|
6-9 sisir
|
Jumlah buah/sisir
|
Antara 12-24 buah
|
15-20 buah
|
14-21 buah
|
Umur panen
|
163 hari
|
157 hari
|
129 hari
|
(Roedyarto, 1999)
Pada penelitian ini menggunakan pisang Ambon Kuning dimana menurut Yustina & Farry (1993) pisang ambon kuning ini memiliki kulit kuning keputihan ,keunggulannya terletak pada rasanya buah
manis dan beraroma harum.pertama kali dikembangkan di daerah Malang,
Jawa Timur. Panjang buahnya antara 15-20 cm, satu pohon dapat
menghasilkan 7-10 sisir dengan jumlah buahnya 100-150 dimana bentuk
buahnya melengkung dengan pangkal buahnya meruncing. Daging buahnya
berwarna pitih kekuningan dimana umumnya buah pisang ini tidak
mengandung biji.Sementara itu menurut Suhadirman (1997) pisang ambon
kuning ini memiliki tangkai daun berwarna kemerahan, pangkal daun tidak
simetris, buahnya ramping, ujung buah lancip dan dalam keaadaan masak,
kulit buah berwarna kuning terang
2.1.3.2 Pisang Barangan
Suhardiman
(1997) mengemukakan ciri dari pisang ini diantaranya : pelepah batang
berwarna hijau kecoklatan, daun berwarna hijau pusat, serat daun kasar
dan daun mudah patah, bentuk buah panjang dan bulat merata, dalam
keaadaan masak, kulit buah berwarna kuning dan daging buah berwarna
kemerahan dan anakan tidak tumbuh membesar sebelum induknya ditebang.
Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh (Yustira & Farry, 1993)
dimana pisang ini awalnya berasal dari Medan dimana buahnya memiliki
rasa manis, beraroma harum dan tidak berbiji juga
daging buahnya berwarna kuning kemerahan.produksi buahnya antara
100-150 buah per pohon dimana bobot rata-rata buahnya sekitar 100 g.
bentuk buah melengkung dengan ujung meruncing serta kulit buah tebal
2.1.3.3 Pisang Raja
Yustira & Farry (1993) mengungkapkan cirri-cirinya
sebagai berikut :bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buah agak
bulat,kulitnya tebal berwarna kuning berbintik coklat,daging buahnya
sangat manis berwarna kuning
kemerahan, bertekstur lunak dan tidak berbiji dimana panjang buahnya
antara 12-18 cm dengan bobot rata-rata 110-120 g yang mana setiap pohon
mampu menghasilkan sekitar 90 buah. Bambang (1995) mengemukakan lebih
terperinci yaitu : kulit buahnya tebal dan berwarna kuning berbintik
hitam pada buah yang sudah matang, ukuran buahnya cukup besar,
berdiameter 3,2 cm dengan panjang 12-18 cm.buah umumnya berbentuk
melengkung, daging buah yang sudah matang berwarna kuning-kemerahan,
bila dimakan terasa legit dan manis dengan aroma harum.dalam satu tandan
terdapat 6-7 sisir dan dalam satu sisir biasanya terdapat 15 buah
2.1.4 Kandungan Nutrisi Kulit Pisang
Seperti
yang kita ketahui bersama bahwa semua bagian tanaman pisang dapat
dimanfaatkan baik itu bonggol, batang,daun dan buah bahkan limbahnya pun
bisa dipakai untuk membuat aneka barang industri, konsumsi dll yang
memiliki harga jual tinggi misalkan bonggol bisa dibuat menjadi obat
disentri, pendarahan usus dan obat kumur, batang bisa digunakan sebagai
pakan ternak, daun bisa digunakan sebagai pembungkus makanan yang ramah
lingkungan dan buah dapat di konsumsi dalam kondisi segar maupun dapat
disajikan dalam bentuk olahan seperti kolak, gorengan dll (Rahmat.
2001).
Kulit
pisang merupakan salah satu contoh limbah dari tanaman pisang hal ini
dikarenakan untuk pemanfaatan kulit pisang ini kurang optimal sehingga
kulit pisang ini sering di buang begitu saja sehingga menjadi sampah dan
kita sering menyebut sampah sebagai limbah padahal menurut Rismunandar
(1983) mengemukakan bahwa pada daging kulit buah pisang mengandung berbagai
zat yang berguna misalkan :zat tepung dan beberapa jenis gula yang
mudah larut dalam air selain itu juga terdapat berbagai kandungan yang
lain seperti zat protein, asam amino, zat lemak dan asam lemak, beberapa
jenis vitamin, zat mineral makro dan mikro dan essence yang mudah
menguap maupun yang stabil.
Tabel 3:Komposisi Nutrisi Kulit Pisang
Senyawa
|
Persen
|
Air (%)
|
68,9 %
|
Protein (%)
|
0.32 %
|
Karbihidrat
|
1.85 %
|
Besi
|
1.6 Mg/100Gram
|
Phosphor
|
1.17 Mg/100Gram
|
Kalsium
|
7.15 Mg/100Gram
|
Vitamin B
|
0.12 Mg/100Gram
|
Vitamin C
|
17.5 Mg/100Gram
|
Sumber: Sujana, IPB. 2005
Perbedaan
umur pisang jugaa menyebabkan perbedaan pula pada kandungan nutrisi
dari pisang seperti kandungan protein, lemak, berbagai vitamin dan
mineral. Berikut data komposisi nutrisi kulit pisang pada berbagai usia
Tabel 4: Komposisi Nutrisi Kulit Pisang Pada Berbagai Usia
Komposisi Nutrisi
|
Jenis Kulit Pisang
| ||
Muda
|
Setengah Matang
|
Matang
| |
Air(%)
|
91.62
|
92.38
|
95.66
|
Protein (%)
|
5.19
|
6.61
|
4.77
|
Lemak (%)
|
10.66
|
14.2
|
14.56
|
Serat kasar (%)
|
11.58
|
11.1
|
11.95
|
Ash (%)
|
16.3
|
14.27
|
14.58
|
Kalsium (%)
|
0.37
|
0.38
|
0.36
|
Phosphor (%)
|
0.28
|
0.29
|
0.23
|
Energy (Kcal/kg)
|
4383
|
4692
|
4592
|
Tannin (%)
|
6.84
|
4.97
|
4.69
|
Sumber: Animal Feed Lab,Animal Science Departement, Kasetsart University Thailand
Di
tinjau dari kandungan kimia maka akan kita temui berbagai jenis
kandungan yang ada pada tanaman pisang secara umum baik itu bagian
bonggol,batang,daun dan buah diantaranya serat baik itu sellulosa,
hemiselulosa dan lignin selain itu juga getah pada tanaman pisang ini
dimana getah ini berupa cairan dengan berbagai tingkat kekentalan atau
vikositas melebihi air, sementara kulit pisang memiliki banayak
kandungan seperti, tannin, gula pereduksi,air dll. Berikut data
komposisi kimai kulit pisang:
Tabel 5: Komposisi kimia kulit pisang ambon
Komponen
|
Kulit pisang
|
Air (%)
|
68.90
|
Protein (gr)
|
0.32
|
Lemak (%)
|
2.11
|
Karbohidrat (gr)
|
18.90
|
Gula peruduksi (gr)
|
?
|
Sukrosa (gr)
|
?
|
Pati (gr)
|
?
|
Serat (%)
|
?
|
Abu (%)
|
?
|
Pektin (gr)
|
?
|
Protopektin (gr)
|
?
|
Kalsium (mg)
|
715.00
|
Fosfor (mg)
|
117.00
|
Besi (mg)
|
1.60
|
Vitamin B (mg)
|
0.12
|
Vitamin C (mg)
|
17.50
|
Sumber : Loesecke (1950)
Sementara
kalau dilihat dari kandungan asam amino maka akan dapat dilihat
berbagai kandungan dari kulit pisang ini yang merupakan dasar pembuatan
sabun mandi ini karena ternyata kulit pisang juga menagndung gliserin
yang merupakan bahan utama lain pembuatan sabun. Berikut table komposisi
asam amino:
Tabel 6:Komposisi Asam Amino
Asam Amino
|
Tipe Kulit Pisang
| ||
Mentah
|
Setenagh Matang
|
Matang
| |
Asam aspartic
|
0,299
|
0,409
|
0,331
|
Treonin
|
0,140
|
0,189
|
0,153
|
Serin
|
0,156
|
0,211
|
0,169
|
Asam glutanin
|
0,382
|
0,539
|
0,454
|
Prolin
|
0,129
|
0,173
|
0,171
|
Gliserin
|
0,196
|
0,273
|
0,228
|
Alanin
|
0.250
|
0,286
|
0,255
|
Cystine
|
0,059
|
0,080
|
0,061
|
Valin
|
0,193
|
0,260
|
0,223
|
Methiolin
|
0,051
|
0,063
|
0,060
|
Isoleusin
|
0,122
|
0,155
|
0,127
|
Leosin
|
0,225
|
0,297
|
0,242
|
Phenylalanine
|
0,061
|
0,080
|
0,064
|
Lysine
|
0,119
|
0,136
|
0,104
|
Arginine
|
0,078
|
0,102
|
0,084
|
Analyzed by Ajinomoto Co., (Thailand) Ltd.
2.2 SABUN
2.2.1 Sejarah Sabun
Para arkeologi menemukan benda yang diduga mirip dengan sabun yang terdapat dalam sebuah bejana tanah liat saat penggalian di Babilonia
Kuno yang diketahui usia pembuataannya sekitar tahun 2800 SM. Setalah
diteliti lebih lanjur ternyata benda yang mirip sabun itu mengandung
bahan yang terbuat dari campuran lemak dan abu, tetapi pada saat itu
belum diketahui mengenai kegunaan sabun itu. Dokumen milik Papirus Eber
dari sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan
nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk
menyembuhkan penyakit kulit, juga untuk membersihkan yang ada di negara
Mesir pada saat itu.
Negara-negara
Eropa merupakan yang pertama proses pembuatan sabun.Hal ini tentunya
tidak lepas akan ketersediaan bahan baku seperti pohon Zaitun,dll. yang
melimpah yang terdapat di negara Italia, Spanyol dan Prancis sehingga
waktu itu negara inilah yang menjadi pemasok utama bagi negara-negara
yang memproduksi sabun pada saat itu. Dalam pembuatan formula pembuatan
sabun pada saat itu masih sangat rahasia sehingga pada waktu itu setiap
proses pembuatan sabun selalu dijaga oleh para tentara sehingga membuat
harga sabun saangatlah mahal seperti yang terjadi di negara Inggris.
Sementara itu sabun dikenal luas dan di komersial kan pertama kali di
Amerika pada tahun 1608
hal ini disebabkan dengan datangnya beberapa pembuat sabun yang berasal
dari Eropa yang terlebih dahulu membuat sabun,sementara itu pembuatan
sabun komersial dengan skala besar pertama kali terjadi pada tahun 1791 ketika seorang kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc, mematenkan proses pembuatan sabun dengan menggunakan bahan yang berasal dari abu soda, atau sodium karbonat, dari garam biasa
Pembuatan
sabun di era modern lahir pada 20 tahun kemudian dengan penjelajahan
Michel Eugene Chevreul, kimiawan asal Prancis dimana pembuatan sabun
berasal dari kimia alam dan lemak.seorang kimiawan asal Belgia,Ernest
Solvay juga mencuba membuat sabun dengan bahan yang lain seperti
menggunakan garam meja biasa atau Sodium Klorida untuk membuat abu soda
sehingga dengan penemuan ini membuat harga sabun menjadi murah, berbagai
lapisan masyarakat mampu membeli dan dengan penemuan ini, maka muncul
berbagai jenis sabun seperti detergent dll (Agus, 2011)
2.2.2 Saponifikasi
Saponifikasi
adalah reaksi yang terjadi antara minyak atau lemak yang di campur
dengan alkali atau reaksi hidrolisis asam lemak oleh basa lemah
(misalkan KOH) dimana pada reaksi ini menghasilkan dua produk, yaitu
Gliserin dan Sabun
Proses
saponifikasi atau esterifikasi ini memeiliki dua proses penting yaitu
proses batch dan proses kontinyu kan tetapi proses ini lama kelamaan
digantikan oleh proses yang lain, akan tetapi semua proses yang baru itu
tidak menghilangkan proses penting ini. Proses sopnifikasi ini biasanya
terjadi pada tekanan dibawah suhu 200°C sampai 250°C dimana pada suhu
tersebut reaksi kesetimbangan,air akan dipindahkan untuk menghasilkan ester.
Secara umum laju reaksi saponofikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Alkohol primer paling cepat,disusul alkohol sekunder,dan paling lambat alkohol tersier
2. Ikatan rangkap menghambat reaksi
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tingi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi
Rukaesih (2004) mendefinisikan sabun secara umum adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi seperti natrium stearat, C17H35C00ˉNA
dimana aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kelarutan
pengemulsi dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air sehingga
sabun dapat mengemulsi atau
mensuspensi bahan organik dalam air. Sabun adalah garam alkali yang
berasal dari proses reaksi asam basa. Basa alkali yang umumnya dipakai
adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan Amonium (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun sering ditulis RCOONa atau RCOOK atau RCOONH4. Sabun
Natrium (RCOONa) sering disebut sebagai sabun keras dan sering
digunakan sebagai sabun cuci pada industri logam. Sabun Kalium (RCOOK)
sering disebut sebagai sabun lunak dan biasanya digunakan sebagai sabun
mandi.
Sabun bersifat sedikit basa bila ada dalam air karena pada saat itu sebagian rantai alkil sabun (RCOO- ) mengalami hidrolisis parsial dalam air:
RCOO-+H20 RCOOH+OH-
Sehingga
pada saat kita mandi menggunakan sabun terlalu lama maka kulit akan
terasa kering,sehingga produsen sering menambahkan sedikit pelembab pada
sabun.
Jika sabun terkontaminasi dengan ion Ca2+ dan Mg2+ baik itu bikarbonat maupun hidroksida, maka bagian alkil dari sabun akan diendapkan oleh ion-ion loham tersebut:
2RCOO-+Mg2+ Mg(RCOO)2mengendap
2RCOO-+NA2+ Na(RCOO)2 mengendap
Dengan proses seperti ini dibutuhkan banyak sabun untuk berbuih (Ade, 2009)
Sabun
termasuk salah satu jenis sulfaktan. Sulfaktan adalah senyawa yang
mampu menurunkan tegangan air dimana sulfaktan ini memiliki ujung
hidrofobik pada bagian ujung rantai molekulnya dan ujung lainnya
hidrofilik. Sulfaktan ini harus memiliki ataom C sebanyak 12 menurut
Fassenden (1982), sehingga dengan bentuk rantai molekul seperti ini
membuat sabun tidak sepenuhnya dapat bereaksi dengan air, sehingga
setiap proses yang memakai sabun salalu ada beberapa bagian sabun yang
mengengendap. Secara umum sulfaktan memiliki beberapa jenis :
sulfaktan sperti sulfaktan anionik, sulfaktan kationik dan sulfaktan netral hal ini berdasarkan gugus hidrofiliknya.menurut Fassenden (2003) sulfaktan anionik ini memiliki gugus karboksilat, sulfaktan kationik memiliki gugus karboksilikat, sehingga sulfaktan jenis ini memeiliki kemampuan untuk membunuh bakteri misalkan benzoate klorida dan sulfaktan netral mengandung gugus keton seperti gugus karbohidrat
sulfaktan sperti sulfaktan anionik, sulfaktan kationik dan sulfaktan netral hal ini berdasarkan gugus hidrofiliknya.menurut Fassenden (2003) sulfaktan anionik ini memiliki gugus karboksilat, sulfaktan kationik memiliki gugus karboksilikat, sehingga sulfaktan jenis ini memeiliki kemampuan untuk membunuh bakteri misalkan benzoate klorida dan sulfaktan netral mengandung gugus keton seperti gugus karbohidrat
Sehingga proses tersebut mengakibatkan ada beberapa tambahan pada sabun seperti. Bahan pembentuk sabun (Builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun,dapat diberikan natrium karbonat,natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi (filter)
digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikan densitas sabun, dan
menambah daya cuci sabun dimana pada pahan pengisi ini ditambahkan
beberapa bahan diantaranya kaolin,talk,magnesium karbonat, soda abu
serta natrium silikat, Sementara garam juga dibutuhkan dalam proses
pembuatan sabun dimana garam ini berfungsi untuk pembentukan inti pada
proses pemadatan akan tetapi garam yang dipakain ini berupa garam murni
yang tidak mengandung Fe, Mg atau Cl sementara itu untuk bahan parfum
biasanya menggunakan bahan patchouli, alcohol, cresol, pyrethrum dan
sulfur (Farid, 1999)
2.2.3 Jenis-Jenis Sabun
Menurut Erliza et al (2006),sabun berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sabun padat (batangan) dimana sabun jenis ini dapat dibedakan menjadi sabun opaque, sabun translucent,dan sabun transparan. Perbedaan sabun ini terletak pada tingkat transparannya juga formula dan prosesnya yang berbeda, sabun opaque memiliki tampilan tidak transparan, sabun translucent agak transparan dan sabun transparan memiliki tampilan transparan
2. Sabun
cair, sabun jenis cair ini sebenarnya sama dengan sabun padat cuma ada
perbedaan jumlah garam murni yang dipakai pada proses pembuataannya
Sementara
itu menurut Ade (2009) pada judul skripsi pra-rancanga pabrik pembuatan
sabun padat dari RBDPs menyatakan bahwa sabun secara umum dibedakan
menjadi delaman yaitu:
- Sabun transparan:
Memiliki
tampilan jernih dan cenderung memiliki kadar yang ringan dimana sifat
dari sabun ini sukar mengering. Sabun jenis ini sering dijual belikan di
negara-negara maju,karena sabun jenis ini biasanya membutuhkan
bahan-bahan khusus dan juga memiliki fungsi yang spesifik
- Castile soap : Sabun jenis ini tidak memakai sama sekali bahan dari lemak hewani
- Deodorant soap : Sabun ini sangat aktif digunakan untuk mengurangi bau badan
- Acne soap : Sabun jenis ini di khusus kan untuk menghilangkan jerawat
- Cosmetic soap :
Sabun jenis ini biasanya di jual di negara-negara kayak arena sabun jenis ini memiliki formula khusus untuk pemutih
- Superfatted soap :
Sabun
ini memiliki kandungan minyak dan lemak yang banyak sehingga membuat
kulit terasa lembut dan kenyal hal ini dikarenakan pada sabun jenis ini
memiliki kandungan berupa gliserin,petroleum dan beeswax
- Oatmeal soap :
Hasil
penelitian mengatakan bahwa sabun yang berbahan dasar gandum ini
memiliki kandungan anti iritasi sehingga cocok untuk menghaluskan kulit
yang kering dan sensitive
- Natural soap :
Sabun
jenis ini merupakan jenis sabun yang paling aman dan memiliki formula
yang paling lengkap seperti vitamin,ekstrak buah,ekstrak bunga,minyak
nabati,essensial oil dan aloe vera
2.2.4 Bahan Pembuatan Sabun
1. Minyak
Jenis
minyak yang sering digunakan pada proses pembuatan adalah minyak kelapa
minyak sawit, minyak jarah, minyak jagung, minyak kedelai dan minyak
lain-lainnya.
Menurut Seapul (2001), minyak dengan
lemak memiliki perbedaan pada saat proses penyabunan,perbedaan ini
biasanya berupa bentuk reaksinya, pada minyak akan berbentuk cair pada
suhu ± 28°C sementara kalau lemak berbentuk padat. Ditinjau dari bahan
baku sendiri,minyak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya :
- Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
- Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa
- Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa
- Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
- Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
- Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
- Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku
- Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
- Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
- Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2. Natrium Hidroksida
Merupakan
senyawa Alkali yang bersifat basa dan mampu menetralisir asam dimana
bentuk dari Natrium Hidroksida berupa Kristal putih dengan sifat cepet
menyerap kelembapan.Sementar itu Tantri (2009) menyebutkah bahwa NaOH
(Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa,
keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara
akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut
dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh
318°C serta titik didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan
1 molekul air. NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH
murni merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1.
Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan
hidroksida (Keenan dkk., 1989).
3. Gliserin
Gliserin
adalah produk sampingan dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati
dengan air untuk menghasilkan asam lemak dimana gliserin ini berfungsi
sebagai pelembab pada kulit dan bentuknya berupa cairan jernih,tidak
berbau dan memiliki rasa manis
Warna : Tidak berwarna
Bentuk fisik : Cair
Titik lebur : 17,9oC
Titik didih : 290oC
Berat molekul : 92,09 g/mol
Tekanan uap : 760 mmHg pada 290oC
Massa jenis : 1,262 g/ml
ΔHfo : 139,8 kcal/mol pada 25oC
Cp pada 30oC : 2,406 kJ/kg.K
Larut dalam air dan alkohol
Tidak larut dalam eter
4.EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic)
Menurut Ajar (2003) mengatakan bahwa EDTA merupakan bahan pengawet yang banyak di pakai pada produk household(produk
untuk keperluan rumah tangga sehari-hari). EDTA ini memilki sifat anti
oksidan yang memperlambat proses oksidasi pada rantai alkil.
Bentuk fisik : Tepung
Warna : Putih
Titik lebur : 400oC
Massa jenis 10% (m) : 1,07 g/ml pada 25oC
Larut dalam air
Larut dalam pelarut polar
5.Natruim Klorida (NaCl)
Menurut
Ajar( 2003) garam berfungsi sebagai pengental. Jenis yang dipakai
adalah garam biasa atau garam dapur dimana garam dilarutkan dengan air
dulu sampai pada konsentrasi tertentu agar efek penegntalannya merata.
Bentuk fisik : Padatan
Warna : Tidak berwarna
Titik lebur : 800,4oC
Titik didih : 1413oC
Berat molekul : 58,45 g/mol
Massa jenis 20% (m) : 1,145 g/ml pada 25oC
Kapasitas panas 9,09% (mol) : 0,81 cal/goC pada 20oC
ΔHfo : -98,32 kcal/mol pada 25oC
Larut dalam air
6.Air (H20)
Air
digunakan untuk melarutkan NaCl dan mengurangi vikositas sehingga
memudahkan sirkulasi dalam reactor.Adapun sifat-sifat air adalah sebagai
berikut:
Bentuk fisik : Cair pada suhu kamar
Warna : Tidak berwarna
Bau : Tidak berbau
Titik lebur : 0oC pada 1 atm
Titik didih : 100oC pada 1 atm
Massa jenis : 0,995 (gr/l) pada 30oC
Berat molekul : : 18 gr/mol
ΔHfo : -57,8 kcal/mol pada 25oC
ΔHVL : -9,717 kcal/mol pada 100oC
Kapasitas panas : 4,179 J/goC pada 25oC
2.2.5 Poses-Proses Pembuatan Sabun
Berdasarkan
bahan-bahan baku pembuatan sabun maka sampai saat ini dikenal secara
luas tiga proses pembuatan sabun yaitu saponifikasi trigliserida, saponifikasi netralisasi asam lemak dan saponifikasi metal ester
Perbedaan
berbagai jenis proses pembuatan sabun itu berdasarkan bahan baku
pembuatan. Cara pembuatan dan hasil dari prosesnya,akan tetapi dalam
proses pembuatan sabun ini selain bahan baku utama ternyata ada beberapa
hal yang perlu di perhatikan seperti larutan KOH, suhu, pengadukan dan
waktu sehingga dengan memeperhatikan ini hasil dari proses pembuatan
sabun akan sangat baik kualitasanya Secara terperinci Farid & Hakim
(1999) menyerbutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penyabunan,antara lain:
- Konsentrasi larutan KOH atau NaOH
Konsentrasi
basa yang digunakan dihitung berdasarkan stikometri reaksinya.
Penambahan basa harus sedikit lebih dari minyak agar tersabunnya
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu sedikit pekat atau
menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogeny. Sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer maka reaksi
akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
- Suhu (T)
Ditinjau
dari ilmu dinamika bahwa reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis,
maka kenaikan suhu akan dapat memperkecil hingga konstanta
keseimbangan, tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu
akan meningkatkan reaksi.
- Pengadukan
Pengadukan
dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumpukan molekul-molekul
reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin
besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
- Waktu
Semakin
lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat
tersabunkan berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi.
Berikut beberapa proses pembuatan sabun secara umum:
- Proses Saponifikai Trigliserida
Proses
ini merupakan proses yang paling umum dalam pembuatan sabun. Pada saat
ini telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinyu
menggantikan system batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah:
Proses
saponifikasi trigliserida ini mereaksikan trigliserida dengan basa
alkali (NaOH) untuk membentuk sabun dan gliserol. Kemudian hasil reaksi
dipisahkan menggunakan separator berdasarkan prinsip perbedaan densitas.
Selanjutnya sabun ditambahkan aditif seperti EDTA yang berfungsi
sebagai antioksidan. Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun
dan penyimpanan.
- Proses Netralisasi Asam Lemak
Proses
ini menggunakan asam lemak sebagai pengganti trigliserida. Pada proses
ini tidak menghasilkan gliserol melainkan menghasilkan air sebagai
produk sampingan. Reaksi yang terjadi diproses ini adalah:
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Untuk menghasilkan asam lemak trigliserida terlebih dahulu harus melalui proses splitting
dan destilasi. Asam lemak yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan sabun. Asam lemak direaksikan dengan basa alkali
(NaOH) untuk membentuk sabun cair. Selanjutnya sabun dikeringkan dengan
menggunakan drier dan disimpan
- Proses Saponifikasi Metil Ester
Dalam
proses ini, trigliserida direaksikan dengan methanol melalui reaksi
esterifikasi dengan bantuan katalis.
Kemudian
metal ester direaksikan dengan basa alkali (NaOH) menghasilkan sabun
dan methanol. Metanol dengan campuran dipisahkan dengan menggunakan
flash drum. Selanjutnya sabun dikeringkan dalam pengering vakum dan
disimpan. Reaksi saponifikasi metal ester adalah sebagai berikut:
RCOOCH3 + NaOH RCOONa + CH3OH
Menurut
Hart (2003), proses penyabunan pada jenis ini tidak bersifat reversible
karena pada proses terakhir pembuatannya ion alkoksida yang merupakan
basa kuat mengambil proton dari asam untuk membentuk ion karbohidrat dan
molekul alkohol
0 komentar:
Posting Komentar