Pages

Senin, 24 September 2012

KULIT PISANG JADI SABUN ???

PENGGUNAAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN MANDI
SKRIPSI

DISUSUN OLEH:
SULUNG ADI MUSLIAWAN
07330014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kebutuhan manusia saat ini adalah sabun karena berbagai jenis aktifitas sehari-hari tidak akan pernah lepas dari sabun misalkan mencuci, mandi, membersihkan berbagai alat yang dipakai sehari-hari dll. Sabun juga dipakai pada bidang industri seperti pengolahan berbagai jenis tambang dan berbagai jenis mesin-mesin yang ada sekarang ini. Oleh karena itu kebutuhan sabun untuk masyarakat dunia sangatlah besar dari dari tahun ketahun sehingga negara yang memiliki bahan baku utama seperti Indonesia ini sangatlah diutungkan dengan kejadian ini.
Sabun mandi sebagai pembersih semakin trend dan beragam untuk saat ini dimana keragaman sabun yang dijual secara komersial terlihat pada jenis, warna, wewangian dan manfaat yang ditawarkan hal ini bisa dibuktikan dengan semakin banyaknya merk sabun yang beredar di masyarakat yang mana banyaknya merk sabun ini sesuai dengan kebutuhan yang semakin meningkat dan berbagai tingkat ekonomi masyarakat. Kebutuhan untuk negara kita baik untuk ekspor maupun untuk impor dari tahun ketahun terus meningkat, hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia secara khusus dan dunia secara umum memiliki berbagai aktivitas dan barang yang memerlukan sabun sebagai pembersih. Berikut ini data ekspor dan impor Indonesia pada beberapa tahun yang lalu
Tabel 1 : Data kebutuhan dalam negeri dan luar negeri
Tahun
Kebutuhan dalam negeri
(kg)
Kebutuhan luar negeri (kg)
2003
689.456
120.000
2004
849.736
155.000
2005
986.569
189.000
2006
1.068.789
229.000
2007
1.198.678
284.000
Sumber : Biro Statistik Indonesia, 2003-2007
Sabun merupakan salah satu pembersih yang sudah umum dipakai masyarakat dimana bahan baku untuk pembuatnya itu membutuhkan bahan utama lemak dan soda abu yang sekarang ini lebih terkenal dengan Saponofikasi atau reaksi antara lemak dengan bahan Alkali (NaOH) yang mana sabun ini memiliki berbagai jenis seperti sabun padat dan sabun cair. Perbedaan ini disebabkan garam murni (alkali) yang dipakai untuk memproduksi yang mana sabun padat memakai garam murni (alkali) lebih banyak dari pada sabun cair sehingga membuat sabun lebih padat. Seiring dengan kemajuan jaman yang dahulunya pembuatan sabun ini berasal dari bahan alami yaitu lemak unta dan abu abu di lakukan oleh bangsa arab semakin lama semakin menghilang dan diganti dengan berbagai macam bahan-bahan kimia. Erliza Hambali (2005) menjelaskan bahwa sabun transparan atau sabun padat yang digunakan untuk memproduksi sabun ini memakai bahan-bahan diantaranya Minyak, Natrium Hidroksida, Gliserin, Gula pasir, Etanol, Asam stearat dan coco dietanolamida ada bahan tambahan juga seperti Natrium klorida,asam sitrat,pewarna dan pewangi dan Ajar (2003) pun menyebutkan untuk membuat sabun tangan atau sabun cair memebutuhkan beberapa bahan diantaranya, Emal-70c, Arkopal N 100, Larutan garam, EDTA2Na, parfum, pewarna dan air. Keterangan tersebut bisa di simpulkan bahwa penggunaan bahan kimia pada proses pembuatan sabun hampir 90 % dan bahan dari alam sekitar 10%, padahal kita dikeketahui bersama bahwa semua bahan kimia itu memiliki efek samping yang sangat membahayakan bagi kesehatan pemakainya seperti iritasi, gatal-gatal dll, meskipun kejadian tersebut jarang dialami konsumen dan jarang juga terjadi penyakit yang parah setelah menggunakan sabun tetapi harus tetap di waspadai, hal ini tentunya berbeda dengan bahan herbal yang sejak nenek moyang kita sudah dipakai dan terbukti aman bagi kesehatan.
Indonesia memiliki banyak keragaman tumbuhan yang sangat banyak, kurang lebih 30.000 spesies tumbuhan dan 940 diantaranya merupakan tanaman yang memiliki khasiat (180 spesies digunakan pada industri jamu tradisional) yang mana kondisi ini memiliki potensi pasar yang sangat besar bagi perkembangan dunia herbal. Menurut data WHO (badan kesehatan dunia) sebanyak 65 % negara maju dan 80% negara berkembang memakai bahan herbal, hal ini mengakibatkan penjualan-penjualan bahan yang berasal dari alam semakin meningkat bahkan diperkirakan pada tahun 2000 omset atau pendapatan untuk barang-barang yang berasal dari alam atau herbal sebanyak USS 60 Milyar (Elin, 1999)
Pisang merupakan salah satu jenis tanaman herbal dan holtikultura dimana semua kalangan mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas bahkan semua usia pun mengetahui dan pernah mengkonsumsi daging buah pisang ini. Menurut data FAO untuk Indonesia sendiri produksi buah pisang pertahun di tingkat di Asia sekitar 11,74% pada tahun 1998 dimana pisang yang dihasilkan di Indonesia memiliki berbagai jenis dan kualitas yang berbeda contohnya Pisang Ambon, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Seribu, Pisang Sunripe, Pisang Kapok dan lain-lain sementara konsumsi pisang terbanyak ada pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat,Kanada dan Jepang (Widi,dkk. 1999)
Pisang sering diolah atau di jadikan bahan konsumsi dan industri pengolahan, seperti keripik,tepung pisang, dan sale pisang. Hal ini menyebabkan setiap mengonsumsi atau mengolah buah pisang selalu menimbulkan masalah berupa limbah kulit buah pisang. Proporsi pisang yang dibuang yaitu kulit pisang atau limbah adalah 18 % sampai 20 % (Devidich dkk, 1976) hal ini tentunya menimbulkan masalah lingkungan atau pencemaran lingkungan yang akan merugikan semua pihak sehingga membutuhkan pemecahan masalah bagaimana cara untuk memanfaatkan limbah ini sehingga menjadi barang yang bermanfaat.
Kebutuhan akan sabun yang semakin meningkat dan kurangnya pemanfaatan limbah organik khususnya kulit pisang ini diduga dapat dipadukan menjadi produk yang memiliki nilai jual. Sujana dkk (2006) menyebutkan bahwa pada kulit pisang mengandung karbohidart, protein, lemak, tannin, vitamin dan air, sementara untuk sabun sendiri bahan utama untuk membuatnya adalah lemak.
Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat fenomena kulit pisang dan sabun ini kedalam skribsi yang berjudul” PENGGUNAAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN MANDI” karena selama ini kulit pisang hanya di jadikan bahan limbah padat dan sabun selalu berasal dari bahan kimia.
1.1 Rumusan Masalah
1. Apakah sabun mandi dapat di buat dari bahan limbah kulit pisang ?
2. Berapa komposisi terbaik kulit pisang yang digunakan untuk membuat sabun mandi ?
3. Bagaimanakah respone masyarakat terhadap produk sabun mandi dari bahan limbah kulit pisang ?
1.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahuai bahwa sabun mandi dapat dibuat dari bahan limbah kulit pisang
2. Untuk mengetahui komposisi terbaik kulit pisang yang digunakan untuk membuat sabun mandi ini
3. Untuk mengetahui barapa besar respon masyarakat terhadap sabun mandi berbahan baku kulit pisang
1.3 Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharabkan memiliki manfaat bagi peneliti maupun bagi masyarakat.Dalam penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah :
1. Memberikan informasi bahwa limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan sabun mandi
2. Memberikan nilai lebih pada limbah kulit pisang dalam bidang industri
3. Dapat memberikan pembanding dan acuan pada penelitian sejenis
1.4 Batasan Masalah
  1. Penelitian ini menggunakan Pisang Ambon,Pisang Cavendish dan Pisang Agung
  2. Penelitian ini yang dipakai adalah daging kulit pisang
  3. Penelitian ini yang diberikan tambahan pada Teksavont dan K2OH
  4. Penelitian di uji coba di daerah Malang,Pasuruan dan Probolinggo
1.5 Devinisi Operasional
Limbah: buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik
Sabun: surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan
Pisang: tumbuhan terna raksasa berdaun besar dan memiliki buah bentuk tandan memanjang dari suku Musaceae
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keadaan Umum Pisang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang asal mulanya dari kawasan asia tenggara,termasuk Indonesia. Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah Madagaskar di Afrika, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Tengah.Di Jawa Barat menamai pisang dengan Cau,di Jawa Tengah dan Jawa Timur di namakan Gedhang dan jika di telusuri akan dijumpai berbagai nama pisang di setiap daerah berbeda dan ini memebuktikan bahawa pisang memiliki penyebaran yang cukup luas (Sri Mulyati, 2005)).Pisang merupakan tanaman yang menghendaki tipe iklim basah dengan suhu panas yang berkisar antara 22° - 23° jadi pisang meupakan tanaman dataran rendah tropika basah dengan curah hujan 1000-3000 mm setahun dimana suhu optimum 26°-30°. Tanaman pisang memiliki perakaran dangkal menyebar di permukaan tanah dan lebih senang permukaannnya mengendung bahan organik dimana pH tanah yang baik sekitar 4½ - 7½ jadi tanaman pisang tahan terhadap tanah masam kemudian tanaman pisang ini mampu tumbuh hidup wajar asalkan air tanahnya ½ - 1½ meter di bawah permukaan tanah karena jika lebih besar atau sampai airnya menggenang maka dapat menyebabkan kematian tanaman (Hendro, 1990)
Secara umum pisang memiliki ciri-ciri morfologi diantaranya : tanaman pisang ini berupa tanaman semak atau pohon dimana kerapkali dengan batang semu yang terdiri dari pelepah daun dimana daun 2 garis atau dalam spiral dengan pelepah yang tumbuh sempurna, bertulang daun menyirip dengan tulang daun lateral yang banyak dan sejajar. Karangan bunga berbunga banyak dimana masing-masing bunga zigomorf serta berkelamin 2 atau 1 dan kadang-kadang tidak berkelamin. Daun tenda bunga hamper selalu 6 dan jarang 4 bahkan kerapkali dikatakan sama. Untuk bunga sendiri terdiri dari benang sari yang hamper selalu 5; kepala sari 2 ruang dan bakal buah tenggelam sementara itu buah pisang tergolong buah buni atau buah kotak (Steenis, 2008)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Pisang
Menurut Linneus tanaman pisang termasuk keluarga Musaceae,Menurut Suhadirman (1997),tanaman pisang di klasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingibrales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
2.1.3 Penggolongan Pisang
Simmonds (1962) dan Moore (1957) seorang ahli budidaya pisang di Amerika menggolongkan pisang menjadi lima golongan:
  1. Australimusa : tanaman pisang yang masuk di wilayah Queensland sampai Filipina di antaranya Musa textilis
  2. Callimusa : tanaman pisang yang tersebar dari Indocina sampai Indonesia,di antaranya Musa coccinea
  3. Eumusa : pisang yang tersebar dari India selatan sampai Jemang,diantaranya Musa acuminate
  4. Rhodoplamys : pisang tersebar antara india sampai Vietnam
  5. Igentimusa : pisang yang berada di papua nugini
Menurut Munajim (1984) pisang dilihat dari pemanfaatan dapat digolongkan menjadi dua:
1. Banana,merupakan golongan pisang yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak (Musa Parasidiaca Var.Sapientum dan Musa Nana L. atau M Cavandiser)
Contohnya :pisang ambon,pisang raja,pisang susu,pisang badak,pisang mas,pisang sereh dan lain-lain
2. Plantain,merupakan pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu (Musa parasidiaca Forma Typica)
Contoh :pisang kapok,pisang tanduk,pisang kapas,pisang rotan dan lain-lain
2.1.3.1 Pisang Ambon
Pisang Ambon (Musa paradisiacal) menurut para ahli sejarah berasal dari daerah asia tenggara termasuk juga Indonesia dimana secara keseluruan untuk sekarang ini tercatat ada tiga belas jenis atau klon pisang ambon yang ditanam petani seperti : 1) Pisang ambon lumut (Temanggung, Jawa Tengah), 2) Pisang ambon putih (Gunung Kidul, DIY), 3) Pisang ambon kuning (Malang, Jawa Timur), 4) Pisang ambon sepet (Gunung Kidul, DIY), 5) Pisang ambon byok (Bantul, DIY), 6) Pisang ambon jaran (Bantul, DIY), 7) Pisang ambon warangan (Kulon Progo, DIY), 8) Pisang ambon emprit (Purworejo, Jawa Tengah), 9) Pisang ambon kecil (Malang, Jawa Timur), 10) Pisang ambon hang (Kulon Progo, Jawa Tengah), 11) Pisang ambon hijau (Malang, Jawa Timur), 12) Pisang ambon merah (Malang, Jawa Timur), 13) Pisang ambon hong (Purworejo, Jawa Tengah)
Meskipun pisang ambon banyak jenisnya akan tetapi yang termasuk komersial ada tiga jenis yakni ambon lumut,ambon putih dan ambon kuning
Tabel 2 :Ciri Ambon Putih,Ambon Lumut dan Ambon Kuning
Ciri-ciri
Ambon putih
Ambon lumut
Ambon kuning
Ukuran buah
Lebih besar dari ambon lumut
Paling kecil
Dibanding jenis
Lainnya
Paling besar
Diantara yang
Lainnya
Warna kulit
Matang
Kulit keputih-putihan
Hijau
Kuning muda
Tebal kulit buah
Sedang
Lebih tebal dari
Ambon kuning
Sedang
Warna daging
Buah
Putih kekuningan
Kuning agak putih
Kuning putih
Kemerahan
Rasa
Manis sedikit masam
Manis
Manis dan pulen
Aroma
Harum
Harum kuat
Harum
Jumlah sisir/tandan
Antara 10-14 sisir
7-12 sisir
6-9 sisir
Jumlah buah/sisir
Antara 12-24 buah
15-20 buah
14-21 buah
Umur panen
163 hari
157 hari
129 hari
(Roedyarto, 1999)
Pada penelitian ini menggunakan pisang Ambon Kuning dimana menurut Yustina & Farry (1993) pisang ambon kuning ini memiliki kulit kuning keputihan ,keunggulannya terletak pada rasanya buah manis dan beraroma harum.pertama kali dikembangkan di daerah Malang, Jawa Timur. Panjang buahnya antara 15-20 cm, satu pohon dapat menghasilkan 7-10 sisir dengan jumlah buahnya 100-150 dimana bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buahnya meruncing. Daging buahnya berwarna pitih kekuningan dimana umumnya buah pisang ini tidak mengandung biji.Sementara itu menurut Suhadirman (1997) pisang ambon kuning ini memiliki tangkai daun berwarna kemerahan, pangkal daun tidak simetris, buahnya ramping, ujung buah lancip dan dalam keaadaan masak, kulit buah berwarna kuning terang
2.1.3.2 Pisang Barangan
Suhardiman (1997) mengemukakan ciri dari pisang ini diantaranya : pelepah batang berwarna hijau kecoklatan, daun berwarna hijau pusat, serat daun kasar dan daun mudah patah, bentuk buah panjang dan bulat merata, dalam keaadaan masak, kulit buah berwarna kuning dan daging buah berwarna kemerahan dan anakan tidak tumbuh membesar sebelum induknya ditebang. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh (Yustira & Farry, 1993) dimana pisang ini awalnya berasal dari Medan dimana buahnya memiliki rasa manis, beraroma harum dan tidak berbiji juga daging buahnya berwarna kuning kemerahan.produksi buahnya antara 100-150 buah per pohon dimana bobot rata-rata buahnya sekitar 100 g. bentuk buah melengkung dengan ujung meruncing serta kulit buah tebal
2.1.3.3 Pisang Raja
Yustira & Farry (1993) mengungkapkan cirri-cirinya sebagai berikut :bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buah agak bulat,kulitnya tebal berwarna kuning berbintik coklat,daging buahnya sangat manis berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak dan tidak berbiji dimana panjang buahnya antara 12-18 cm dengan bobot rata-rata 110-120 g yang mana setiap pohon mampu menghasilkan sekitar 90 buah. Bambang (1995) mengemukakan lebih terperinci yaitu : kulit buahnya tebal dan berwarna kuning berbintik hitam pada buah yang sudah matang, ukuran buahnya cukup besar, berdiameter 3,2 cm dengan panjang 12-18 cm.buah umumnya berbentuk melengkung, daging buah yang sudah matang berwarna kuning-kemerahan, bila dimakan terasa legit dan manis dengan aroma harum.dalam satu tandan terdapat 6-7 sisir dan dalam satu sisir biasanya terdapat 15 buah
2.1.4 Kandungan Nutrisi Kulit Pisang
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa semua bagian tanaman pisang dapat dimanfaatkan baik itu bonggol, batang,daun dan buah bahkan limbahnya pun bisa dipakai untuk membuat aneka barang industri, konsumsi dll yang memiliki harga jual tinggi misalkan bonggol bisa dibuat menjadi obat disentri, pendarahan usus dan obat kumur, batang bisa digunakan sebagai pakan ternak, daun bisa digunakan sebagai pembungkus makanan yang ramah lingkungan dan buah dapat di konsumsi dalam kondisi segar maupun dapat disajikan dalam bentuk olahan seperti kolak, gorengan dll (Rahmat. 2001).
Kulit pisang merupakan salah satu contoh limbah dari tanaman pisang hal ini dikarenakan untuk pemanfaatan kulit pisang ini kurang optimal sehingga kulit pisang ini sering di buang begitu saja sehingga menjadi sampah dan kita sering menyebut sampah sebagai limbah padahal menurut Rismunandar (1983) mengemukakan bahwa pada daging kulit buah pisang mengandung berbagai zat yang berguna misalkan :zat tepung dan beberapa jenis gula yang mudah larut dalam air selain itu juga terdapat berbagai kandungan yang lain seperti zat protein, asam amino, zat lemak dan asam lemak, beberapa jenis vitamin, zat mineral makro dan mikro dan essence yang mudah menguap maupun yang stabil.
Tabel 3:Komposisi Nutrisi Kulit Pisang
Senyawa
Persen
Air (%)
68,9 %
Protein (%)
0.32 %
Karbihidrat
1.85 %
Besi
1.6 Mg/100Gram
Phosphor
1.17 Mg/100Gram
Kalsium
7.15 Mg/100Gram
Vitamin B
0.12 Mg/100Gram
Vitamin C
17.5 Mg/100Gram
Sumber: Sujana, IPB. 2005
Perbedaan umur pisang jugaa menyebabkan perbedaan pula pada kandungan nutrisi dari pisang seperti kandungan protein, lemak, berbagai vitamin dan mineral. Berikut data komposisi nutrisi kulit pisang pada berbagai usia
Tabel 4: Komposisi Nutrisi Kulit Pisang Pada Berbagai Usia
Komposisi Nutrisi
Jenis Kulit Pisang
Muda
Setengah Matang
Matang
Air(%)
91.62
92.38
95.66
Protein (%)
5.19
6.61
4.77
Lemak (%)
10.66
14.2
14.56
Serat kasar (%)
11.58
11.1
11.95
Ash (%)
16.3
14.27
14.58
Kalsium (%)
0.37
0.38
0.36
Phosphor (%)
0.28
0.29
0.23
Energy (Kcal/kg)
4383
4692
4592
Tannin (%)
6.84
4.97
4.69
Sumber: Animal Feed Lab,Animal Science Departement, Kasetsart University Thailand
Di tinjau dari kandungan kimia maka akan kita temui berbagai jenis kandungan yang ada pada tanaman pisang secara umum baik itu bagian bonggol,batang,daun dan buah diantaranya serat baik itu sellulosa, hemiselulosa dan lignin selain itu juga getah pada tanaman pisang ini dimana getah ini berupa cairan dengan berbagai tingkat kekentalan atau vikositas melebihi air, sementara kulit pisang memiliki banayak kandungan seperti, tannin, gula pereduksi,air dll. Berikut data komposisi kimai kulit pisang:
Tabel 5: Komposisi kimia kulit pisang ambon
Komponen
Kulit pisang
Air (%)
68.90
Protein (gr)
0.32
Lemak (%)
2.11
Karbohidrat (gr)
18.90
Gula peruduksi (gr)
?
Sukrosa (gr)
?
Pati (gr)
?
Serat (%)
?
Abu (%)
?
Pektin (gr)
?
Protopektin (gr)
?
Kalsium (mg)
715.00
Fosfor (mg)
117.00
Besi (mg)
1.60
Vitamin B (mg)
0.12
Vitamin C (mg)
17.50
Sumber : Loesecke (1950)
Sementara kalau dilihat dari kandungan asam amino maka akan dapat dilihat berbagai kandungan dari kulit pisang ini yang merupakan dasar pembuatan sabun mandi ini karena ternyata kulit pisang juga menagndung gliserin yang merupakan bahan utama lain pembuatan sabun. Berikut table komposisi asam amino:
Tabel 6:Komposisi Asam Amino
Asam Amino
Tipe Kulit Pisang
Mentah
Setenagh Matang
Matang
Asam aspartic
0,299
0,409
0,331
Treonin
0,140
0,189
0,153
Serin
0,156
0,211
0,169
Asam glutanin
0,382
0,539
0,454
Prolin
0,129
0,173
0,171
Gliserin
0,196
0,273
0,228
Alanin
0.250
0,286
0,255
Cystine
0,059
0,080
0,061
Valin
0,193
0,260
0,223
Methiolin
0,051
0,063
0,060
Isoleusin
0,122
0,155
0,127
Leosin
0,225
0,297
0,242
Phenylalanine
0,061
0,080
0,064
Lysine
0,119
0,136
0,104
Arginine
0,078
0,102
0,084
Analyzed by Ajinomoto Co., (Thailand) Ltd.
2.2 SABUN
2.2.1 Sejarah Sabun
Para arkeologi menemukan benda yang diduga mirip dengan sabun yang terdapat dalam sebuah bejana tanah liat saat penggalian di Babilonia Kuno yang diketahui usia pembuataannya sekitar tahun 2800 SM. Setalah diteliti lebih lanjur ternyata benda yang mirip sabun itu mengandung bahan yang terbuat dari campuran lemak dan abu, tetapi pada saat itu belum diketahui mengenai kegunaan sabun itu. Dokumen milik Papirus Eber dari sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk menyembuhkan penyakit kulit, juga untuk membersihkan yang ada di negara Mesir pada saat itu.
Negara-negara Eropa merupakan yang pertama proses pembuatan sabun.Hal ini tentunya tidak lepas akan ketersediaan bahan baku seperti pohon Zaitun,dll. yang melimpah yang terdapat di negara Italia, Spanyol dan Prancis sehingga waktu itu negara inilah yang menjadi pemasok utama bagi negara-negara yang memproduksi sabun pada saat itu. Dalam pembuatan formula pembuatan sabun pada saat itu masih sangat rahasia sehingga pada waktu itu setiap proses pembuatan sabun selalu dijaga oleh para tentara sehingga membuat harga sabun saangatlah mahal seperti yang terjadi di negara Inggris. Sementara itu sabun dikenal luas dan di komersial kan pertama kali di Amerika pada tahun 1608 hal ini disebabkan dengan datangnya beberapa pembuat sabun yang berasal dari Eropa yang terlebih dahulu membuat sabun,sementara itu pembuatan sabun komersial dengan skala besar pertama kali terjadi pada tahun 1791 ketika seorang kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc, mematenkan proses pembuatan sabun dengan menggunakan bahan yang berasal dari abu soda, atau sodium karbonat, dari garam biasa
Pembuatan sabun di era modern lahir pada 20 tahun kemudian dengan penjelajahan Michel Eugene Chevreul, kimiawan asal Prancis dimana pembuatan sabun berasal dari kimia alam dan lemak.seorang kimiawan asal Belgia,Ernest Solvay juga mencuba membuat sabun dengan bahan yang lain seperti menggunakan garam meja biasa atau Sodium Klorida untuk membuat abu soda sehingga dengan penemuan ini membuat harga sabun menjadi murah, berbagai lapisan masyarakat mampu membeli dan dengan penemuan ini, maka muncul berbagai jenis sabun seperti detergent dll (Agus, 2011)
2.2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi antara minyak atau lemak yang di campur dengan alkali atau reaksi hidrolisis asam lemak oleh basa lemah (misalkan KOH) dimana pada reaksi ini menghasilkan dua produk, yaitu Gliserin dan Sabun
Proses saponifikasi atau esterifikasi ini memeiliki dua proses penting yaitu proses batch dan proses kontinyu kan tetapi proses ini lama kelamaan digantikan oleh proses yang lain, akan tetapi semua proses yang baru itu tidak menghilangkan proses penting ini. Proses sopnifikasi ini biasanya terjadi pada tekanan dibawah suhu 200°C sampai 250°C dimana pada suhu tersebut reaksi kesetimbangan,air akan dipindahkan untuk menghasilkan ester.
Secara umum laju reaksi saponofikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Alkohol primer paling cepat,disusul alkohol sekunder,dan paling lambat alkohol tersier
2. Ikatan rangkap menghambat reaksi
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tingi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi
Rukaesih (2004) mendefinisikan sabun secara umum adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi seperti natrium stearat, C17H35C00ˉNA dimana aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kelarutan pengemulsi dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air sehingga sabun dapat mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam air. Sabun adalah garam alkali yang berasal dari proses reaksi asam basa. Basa alkali yang umumnya dipakai adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan Amonium (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun sering ditulis RCOONa atau RCOOK atau RCOONH4. Sabun Natrium (RCOONa) sering disebut sebagai sabun keras dan sering digunakan sebagai sabun cuci pada industri logam. Sabun Kalium (RCOOK) sering disebut sebagai sabun lunak dan biasanya digunakan sebagai sabun mandi.
Sabun bersifat sedikit basa bila ada dalam air karena pada saat itu sebagian rantai alkil sabun (RCOO- ) mengalami hidrolisis parsial dalam air:
RCOO-+H20 RCOOH+OH-
Sehingga pada saat kita mandi menggunakan sabun terlalu lama maka kulit akan terasa kering,sehingga produsen sering menambahkan sedikit pelembab pada sabun.
Jika sabun terkontaminasi dengan ion Ca2+ dan Mg2+ baik itu bikarbonat maupun hidroksida, maka bagian alkil dari sabun akan diendapkan oleh ion-ion loham tersebut:
 2RCOO-+Mg2+ Mg(RCOO)2mengendap
2RCOO-+NA2+ Na(RCOO)2 mengendap
Dengan proses seperti ini dibutuhkan banyak sabun untuk berbuih (Ade, 2009)
Sabun termasuk salah satu jenis sulfaktan. Sulfaktan adalah senyawa yang mampu menurunkan tegangan air dimana sulfaktan ini memiliki ujung hidrofobik pada bagian ujung rantai molekulnya dan ujung lainnya hidrofilik. Sulfaktan ini harus memiliki ataom C sebanyak 12 menurut Fassenden (1982), sehingga dengan bentuk rantai molekul seperti ini membuat sabun tidak sepenuhnya dapat bereaksi dengan air, sehingga setiap proses yang memakai sabun salalu ada beberapa bagian sabun yang mengengendap. Secara umum sulfaktan memiliki beberapa jenis :
sulfaktan sperti sulfaktan anionik, sulfaktan kationik dan sulfaktan netral hal ini berdasarkan gugus hidrofiliknya.menurut Fassenden (2003) sulfaktan anionik ini memiliki gugus karboksilat, sulfaktan kationik memiliki gugus karboksilikat, sehingga sulfaktan jenis ini memeiliki kemampuan untuk membunuh bakteri misalkan benzoate klorida dan sulfaktan netral mengandung gugus keton seperti gugus karbohidrat
Sehingga proses tersebut mengakibatkan ada beberapa tambahan pada sabun seperti. Bahan pembentuk sabun (Builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun,dapat diberikan natrium karbonat,natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi (filter) digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikan densitas sabun, dan menambah daya cuci sabun dimana pada pahan pengisi ini ditambahkan beberapa bahan diantaranya kaolin,talk,magnesium karbonat, soda abu serta natrium silikat, Sementara garam juga dibutuhkan dalam proses pembuatan sabun dimana garam ini berfungsi untuk pembentukan inti pada proses pemadatan akan tetapi garam yang dipakain ini berupa garam murni yang tidak mengandung Fe, Mg atau Cl sementara itu untuk bahan parfum biasanya menggunakan bahan patchouli, alcohol, cresol, pyrethrum dan sulfur (Farid, 1999)
2.2.3 Jenis-Jenis Sabun
Menurut Erliza et al (2006),sabun berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sabun padat (batangan) dimana sabun jenis ini dapat dibedakan menjadi sabun opaque, sabun translucent,dan sabun transparan. Perbedaan sabun ini terletak pada tingkat transparannya juga formula dan prosesnya yang berbeda, sabun opaque memiliki tampilan tidak transparan, sabun translucent agak transparan dan sabun transparan memiliki tampilan transparan
2. Sabun cair, sabun jenis cair ini sebenarnya sama dengan sabun padat cuma ada perbedaan jumlah garam murni yang dipakai pada proses pembuataannya
Sementara itu menurut Ade (2009) pada judul skripsi pra-rancanga pabrik pembuatan sabun padat dari RBDPs menyatakan bahwa sabun secara umum dibedakan menjadi delaman yaitu:
  1. Sabun transparan:
Memiliki tampilan jernih dan cenderung memiliki kadar yang ringan dimana sifat dari sabun ini sukar mengering. Sabun jenis ini sering dijual belikan di negara-negara maju,karena sabun jenis ini biasanya membutuhkan bahan-bahan khusus dan juga memiliki fungsi yang spesifik
  1. Castile soap : Sabun jenis ini tidak memakai sama sekali bahan dari lemak hewani
  2. Deodorant soap : Sabun ini sangat aktif digunakan untuk mengurangi bau badan
  3. Acne soap : Sabun jenis ini di khusus kan untuk menghilangkan jerawat
  4. Cosmetic soap :
Sabun jenis ini biasanya di jual di negara-negara kayak arena sabun jenis ini memiliki formula khusus untuk pemutih
  1. Superfatted soap :
Sabun ini memiliki kandungan minyak dan lemak yang banyak sehingga membuat kulit terasa lembut dan kenyal hal ini dikarenakan pada sabun jenis ini memiliki kandungan berupa gliserin,petroleum dan beeswax
  1. Oatmeal soap :
Hasil penelitian mengatakan bahwa sabun yang berbahan dasar gandum ini memiliki kandungan anti iritasi sehingga cocok untuk menghaluskan kulit yang kering dan sensitive
  1. Natural soap :
Sabun jenis ini merupakan jenis sabun yang paling aman dan memiliki formula yang paling lengkap seperti vitamin,ekstrak buah,ekstrak bunga,minyak nabati,essensial oil dan aloe vera
2.2.4 Bahan Pembuatan Sabun
1. Minyak
Jenis minyak yang sering digunakan pada proses pembuatan adalah minyak kelapa minyak sawit, minyak jarah, minyak jagung, minyak kedelai dan minyak lain-lainnya.
Menurut Seapul (2001), minyak dengan lemak memiliki perbedaan pada saat proses penyabunan,perbedaan ini biasanya berupa bentuk reaksinya, pada minyak akan berbentuk cair pada suhu ± 28°C sementara kalau lemak berbentuk padat. Ditinjau dari bahan baku sendiri,minyak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya :
  1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
  2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa
  3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa
  4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
  5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
  6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
  7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku
  8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
  9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
  10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2. Natrium Hidroksida
Merupakan senyawa Alkali yang bersifat basa dan mampu menetralisir asam dimana bentuk dari Natrium Hidroksida berupa Kristal putih dengan sifat cepet menyerap kelembapan.Sementar itu Tantri (2009) menyebutkah bahwa NaOH (Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318°C serta titik didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1 molekul air. NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1. Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida (Keenan dkk., 1989).
3. Gliserin
Gliserin adalah produk sampingan dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak dimana gliserin ini berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan bentuknya berupa cairan jernih,tidak berbau dan memiliki rasa manis
Warna : Tidak berwarna
Bentuk fisik : Cair
Titik lebur : 17,9oC
Titik didih : 290oC
Berat molekul : 92,09 g/mol
Tekanan uap : 760 mmHg pada 290oC
Massa jenis : 1,262 g/ml
ΔHfo : 139,8 kcal/mol pada 25oC
Cp pada 30oC : 2,406 kJ/kg.K
Larut dalam air dan alkohol
Tidak larut dalam eter
4.EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic)
Menurut Ajar (2003) mengatakan bahwa EDTA merupakan bahan pengawet yang banyak di pakai pada produk household(produk untuk keperluan rumah tangga sehari-hari). EDTA ini memilki sifat anti oksidan yang memperlambat proses oksidasi pada rantai alkil.
Bentuk fisik : Tepung
Warna : Putih
Titik lebur : 400oC
Massa jenis 10% (m) : 1,07 g/ml pada 25oC
Larut dalam air
Larut dalam pelarut polar
5.Natruim Klorida (NaCl)
Menurut Ajar( 2003) garam berfungsi sebagai pengental. Jenis yang dipakai adalah garam biasa atau garam dapur dimana garam dilarutkan dengan air dulu sampai pada konsentrasi tertentu agar efek penegntalannya merata.
Bentuk fisik : Padatan
Warna : Tidak berwarna
Titik lebur : 800,4oC
Titik didih : 1413oC
Berat molekul : 58,45 g/mol
Massa jenis 20% (m) : 1,145 g/ml pada 25oC
Kapasitas panas 9,09% (mol) : 0,81 cal/goC pada 20oC
ΔHfo : -98,32 kcal/mol pada 25oC
Larut dalam air
6.Air (H20)
Air digunakan untuk melarutkan NaCl dan mengurangi vikositas sehingga memudahkan sirkulasi dalam reactor.Adapun sifat-sifat air adalah sebagai berikut:
Bentuk fisik : Cair pada suhu kamar
Warna : Tidak berwarna
Bau : Tidak berbau
Titik lebur : 0oC pada 1 atm
Titik didih : 100oC pada 1 atm
Massa jenis : 0,995 (gr/l) pada 30oC
Berat molekul : : 18 gr/mol
ΔHfo : -57,8 kcal/mol pada 25oC
ΔHVL : -9,717 kcal/mol pada 100oC
Kapasitas panas : 4,179 J/goC pada 25oC
2.2.5 Poses-Proses Pembuatan Sabun
Berdasarkan bahan-bahan baku pembuatan sabun maka sampai saat ini dikenal secara luas tiga proses pembuatan sabun yaitu saponifikasi trigliserida, saponifikasi netralisasi asam lemak dan saponifikasi metal ester
Perbedaan berbagai jenis proses pembuatan sabun itu berdasarkan bahan baku pembuatan. Cara pembuatan dan hasil dari prosesnya,akan tetapi dalam proses pembuatan sabun ini selain bahan baku utama ternyata ada beberapa hal yang perlu di perhatikan seperti larutan KOH, suhu, pengadukan dan waktu sehingga dengan memeperhatikan ini hasil dari proses pembuatan sabun akan sangat baik kualitasanya Secara terperinci Farid & Hakim (1999) menyerbutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyabunan,antara lain:
  1. Konsentrasi larutan KOH atau NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stikometri reaksinya. Penambahan basa harus sedikit lebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu sedikit pekat atau menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogeny. Sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
  1. Suhu (T)
Ditinjau dari ilmu dinamika bahwa reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis, maka kenaikan suhu akan dapat memperkecil hingga konstanta keseimbangan, tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan meningkatkan reaksi.
  1. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumpukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
  1. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi.
Berikut beberapa proses pembuatan sabun secara umum:
  1. Proses Saponifikai Trigliserida
Proses ini merupakan proses yang paling umum dalam pembuatan sabun. Pada saat ini telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinyu menggantikan system batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah:

Proses saponifikasi trigliserida ini mereaksikan trigliserida dengan basa alkali (NaOH) untuk membentuk sabun dan gliserol. Kemudian hasil reaksi dipisahkan menggunakan separator berdasarkan prinsip perbedaan densitas. Selanjutnya sabun ditambahkan aditif seperti EDTA yang berfungsi sebagai antioksidan. Tahap berikutnya adalah proses pengeringan sabun dan penyimpanan.
  1. Proses Netralisasi Asam Lemak
Proses ini menggunakan asam lemak sebagai pengganti trigliserida. Pada proses ini tidak menghasilkan gliserol melainkan menghasilkan air sebagai produk sampingan. Reaksi yang terjadi diproses ini adalah:
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Untuk menghasilkan asam lemak trigliserida terlebih dahulu harus melalui proses splitting dan destilasi. Asam lemak yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun. Asam lemak direaksikan dengan basa alkali (NaOH) untuk membentuk sabun cair. Selanjutnya sabun dikeringkan dengan menggunakan drier dan disimpan
  1. Proses Saponifikasi Metil Ester
Dalam proses ini, trigliserida direaksikan dengan methanol melalui reaksi esterifikasi dengan bantuan katalis.
Kemudian metal ester direaksikan dengan basa alkali (NaOH) menghasilkan sabun dan methanol. Metanol dengan campuran dipisahkan dengan menggunakan flash drum. Selanjutnya sabun dikeringkan dalam pengering vakum dan disimpan. Reaksi saponifikasi metal ester adalah sebagai berikut:
RCOOCH3 + NaOH RCOONa + CH3OH
Menurut Hart (2003), proses penyabunan pada jenis ini tidak bersifat reversible karena pada proses terakhir pembuatannya ion alkoksida yang merupakan basa kuat mengambil proton dari asam untuk membentuk ion karbohidrat dan molekul alkohol

0 komentar:

Posting Komentar