Kosmetik Halal
Isu
mengenai kosmetik halal mungkin belum begitu berkembang di Indonesia. Mengenai
produk halal biasanya lebih terkait dengan bahan makanan. Namun, konsumen
Muslim saat ini semakin sadar bahwa beberapa kosmetik mengandung bahan yang
berasal dari hewan, dan mempertanyakan tentang status halal dari produk
tersebut. Selain bahan baku yang digunakan, proses quality control,
peralatan, bangunan dan personil yang terlibat dalam penyusunan produk juga
mempengaruhi kualitas dan status halal dari kosmetik dan produk personal
care.
Banyak
riset menyebutkan, tingkat kesadaran mengenai produk kosmetik halal memang
masih rendah, tapi cenderung meningkat pesat. Masalahnya adalah ketersediaan
produk halal yang disebabkan terbatasnya akses bahan baku yang
memenuhi standar halal, dan pedoman/panduan yang bisa memastikan status
kehalalan bahan baku tersebut.
Consumer
wise, biasanya yang paling dicari dan
ingin diketahui oleh konsumen, menyangkut produk kosmetik halal, bisa
dikategorikan dalam beberapa isu di bawah ini:
1. Apakah bahan-bahan yang haram untuk dimakan, berarti juga
haram sebagai kosmetik?
Walaupun
pada dasarnya kosmetik dan produk personal care sifatnya berbeda dengan
makanan, tidak masuk (secara langsung) ke dalam tubuh, tetapi jawaban tetap ya.
Terutama produk perawatan kulit, misal serum atau moisturizer, sekitar
60% produk tersebut bekerja pada kulit dan masuk ke aliran darah. Apabila
produk tersebut mengandung alkohol, gliserin yang berasal dari hewan, atau
bahan kimia berbahaya, maka bahan-bahan tersebut akan terserap ke dalam tubuh.
Tetapi ada juga yang hanya bersifat melapisi bagian luar kulit, sehingga
mungkin tidak terserap ke dalam tubuh, namun perlakuannya tetap sama.
2. Bagaimana cara mudah untuk mengetahui kehalalan sebuah produk?
Tidak
ada cara mudah. Karena bahan-bahan turunan yang digunakan sudah sedemikian
kompleks, karena itu selain bahan halal dan nonhalal, ada bahan-bahan yang
dikategorikan sebagai mashbooh, atau perlu ditelusur lebih lanjut (questionable).
Botanical
ingredient, yaitu bahan dalam kosmetik yang
berasal dari tumbuhan (herbs, roots, flowers, fruits, leaves, seeds)
secara natural halal, kecuali yang telah tercampur dengan enzim dari hewan. Semua
bahan turunan dan ekstrak dari binatang yang diharamkan – seperti babi–dapat
dipastikan haram, karena sifat/jenisnya yang memang diharamkan. Termasuk dalam
kategori ini adalah swine placenta, yang masih banyak digunakan dalam
industri kosmetik. Bahan-bahan yang berasal dari hewan lain dan turunannya
biasanya tergolong nonhalal–kecuali dari jenis ikan dan lebah–bukan karena
sifat bahannya yang haram, melainkan karena prosesnya (penyembelihan) yang
dikhawatirkan tidak sesuai dengan syariah. Selain itu juga karena alasan etika.
Produk
yang diklaim 100% berasal dari bahan alami, juga tidak menjamin kehalalan
produk tersebut. Karena ekstrak hewan juga termasuk alami. Terlebih, sekarang
produsen kosmetik semakin lihai menggunakan istilah tersembunyi, seperti
‘protein’, untuk menggantikan ‘plasenta’. Berikut nama teknis dan nama paten,
yang biasa terdapat dalam komposisi kosmetik. Secara umum dikategorikan mashbooh,
karena biasanya berasal dari hewan: allantoin (alantoin), asam
amino, cholesterol, kolagen, colours/dye, cystine (sistina),
elastine, gelatine (gelatin), glycerine (gliserin), hyaluronic
acid (asam hialuronat), hydrolysed animal protein, keratin, lanolin,
lypids, oleic acid (asam oleat), stearic acid (asam stearat),
stearyl alcohol, tallow (lemak hewan), vitamin A. Bahan lain
yang sebaiknya dihindari (telah dinyatakan haram oleh LPOM MUI) adalah Sodium
Heparin dan Plasenta. Sodium heparin berasal dari babi, sedangkan plasenta
biasanya dari manusia, kambing atau sapi.
3. Di Indonesia, apakah sudah ada badan sertifikasi halal untuk
kosmetik?
Sudah.
Seperti halnya makanan dan obat, sertifikasi ini dikeluarkan oleh LPOM (Lembaga
Pengawas Obat dan Makanan) MUI. Namun, karena belum meluasnya kesadaran dan
kebutuhan konsumen akan kosmetik yang terjamin halal, tidak semua produk
kosmetik yang beredar di Indonesia merasa perlu untuk mendaftarkan sertifikasi
ini. Kekhawatiran konsumen mengenai kosmetik masih sebatas bahan-bahan yang
berbahaya, seperti merkuri, atau paraben. Oleh sebab itu, untuk merek produk
kosmetik yang tidak termasuk dalam daftar halal LPOM, bukan berarti tidak
halal. Kita sebagai konsumen yang harus lebih aktif untuk mencermati daftar
komposisi produk. Untuk daftar produk kosmetik halal yang telah mendapat
sertifikasi LPOM MUI, bisa dilihat pada tautan berikut.
4. Bagaimana dengan produk kosmetik yang berasal dari luar
negeri?
Di
luar negeri sudah lebih banyak lagi lembaga resmi maupun independen yang
menerbitkan dan mempublikasikan sertifikasi halal. Malaysia termasuk negara
yang sudah mempunyai lembaga sertifikasi yang established (Standards
Malaysia) dan menjadi salah satu acuan internasional.
Di
US, salah satu lembaga sertifikasi yang cukup komprehensif adalah Muslim
Consumer Group. MCG telah membuat daftar kategori halal, nonhalal maupun mashbooh
untuk produk-produk makanan dan nonmakanan termasuk kosmetik yang bisa
dijadikan acuan konsumen. Daftar tersebut bisa dilihat pada tautan berikut. Dengan
demikian tentunya konsumen Muslim perlu lebih meningkatkan pengetahuan mengenai
kehalalan bahan produk kosmetik. Namun, ternyata tidak semua produk
mencantumkan secara lengkap mengenai komposisi bahan penyusun produk pada label
kemasan. Langkah berikut sangat dianjurkan dalam memilih kosmetik yang halal
dan aman.
1. Legalitas produk
Pilihlah
produk kosmetik yang legal. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor
pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk
produk kosmetik lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL.
2. Daftar komposisi bahan
Dengan
pengetahuan tentang bahan-bahan kosmetik yang halal, mashbooh dan
nonhalal, paling tidak sebagai saringan awal untuk memilih produk mana yang
aman dan halal untuk dipakai. Semakin lengkap komposisi yang dicantumkan,
biasanya produk tersebut semakin terpercaya, karena konsumen dengan mudah
mencari informasi mengenai bahan tertentu.
3. Nama dan alamat produsen
Nama
dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum pada label kemasan yang
mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk memperoleh informasi
lanjutan mengenai produk bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar